Sabtu, 18 Oktober 2014

struktur pemerintah adat

Struktrur Pemerintahan
Ammatoa sangat berpengaruh dalam aspek pemerintahan. Sosok Ammatoa yang ramah, tenang, berperawakan sedang, berkulit putih dan sorot mata yang tajam tapi bersahabat. Sayangnya, beliau tidak bisa di abadikan dalam beberapa kesempatan.
Selain sebagai pemimpin adat, Ammatoa bertugas sebagai penegak hukum dan membagi otoritas pemerintahan sebagaimana dipesankan dalam Pasang Ri Kajang. Komunitas adat Kajang menerapkan ketentuan - ketentuan adat dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pemanfaatan hutan. Otoritas pemerintahan sebagaimana yang ditetapkan dalam pasang :
Amma mana’ ada’ : Amma melahirkan adat
Amma mana’ karaeng : Amma melahirkan pemerintah

STRUKTUR LEMBAGA ADAT

Dengan strukturisasi tersebut, Ammatoa menempati pucuk pimpinan.
1.      Ammatoa sebagai pimpinan.
2.      Karaeng Tallu (Penasehat) yang meliputi : Karaeng La’biria (Karaeng Kajang : Camat Kajang), Sulehatang (Kepala Kelurahan), Moncong Buloa (Karaeng Tambangan).
3.      Ammatoa didampingi dua orang Anrong (ibu) masing - masing Anrongta ri Pangi dan Anrongta ri Bungki. Anrongta ri Pangi bertugas melantik Ammatoa. Selain itu, dalam sistem politik tradisional yang berlaku di Kajang, Ammatoa juga dibantu oleh yang disebut sebagai Ada’ Lima Karaeng Tallu.
4.      Ada’ Limayya yang terbagi atas dua adat.
Pertama : Tana Lohea yang terdiri dari Galla Anjuruk, Galla Ganta, Galla Sangkala, Galla Sopa’ dan Galla Bantalang
Kedua : Tana Kekkesea yang memiliki beberapa tanggung jawab penting dalam masyarakat adat meliputi : Galla Lombo’ (memiliki tugas menerima tamu dan mengutus utusan untuk mengikuti upacara adat, baik di tingkat kabupaten maupun tingkat nasional.  Posisi Galla Lombo’ selalu diisi oleh Kepala Desa Tana Toa). Galla Pantama (mengurusi masalah pertanian), Galla Kajang (mengurus masalah ritual), Galla Puto (bertindak sebagai juru bicara Ammatoa). Galla Malleleng (mengurusi masalah kebutuhan ikan untuk digunakan pada acara adat).
5.      Perangkat tambahan yang membantu tugas Ammatoa : Galla Jo’jolo, Galla Tu Toa Sangkala, Tu Toa Ganta’, Anrong Guru, Kadaha, Karaeng Pattongko’, Lompo Karaeng, Lompo Ada’, Loha, Kammula, Kali (Imam), dan Panre (Pandai Besi).
Strukturalisasi tersebut  jelas menunjukkan bahwa Ammatoa memiliki dua fungsi, yakni pemimpin adat dan pemerintahan. Namun dalam praktiknya, Ammatoa sekedar memiliki fungsi dalam aspek spiritual. Camat Kajang yang semestinya dilantik oleh Ammatoa kini tidak lagi. Bahkan sebaliknya, Camat Kajang yang semestinya.
Proses Pemilihan Ammatoa
Dalam pemimpinan adat di Kawasan Adat Ammatoa, ditunjuk seorang pimpinan yang disebut Ammatoa (pemimpin tertua), lalu di bawahnya ada pemangku adat lain sesuai dengan bidangnya masing - masing. Dalam pertemuan antara berbagai elemen itu, soal utama yang dibahas adalah munculnya dua Ammatoa. Saat itu ada dua orang yang mengaku menjadi Ammatoa, yaitu Puto Palasa dan Puto Bekkong.
Pertemuan dipandu oleh pemangku adat yang bergelar Galla, yaitu Galla Lombo’. Sebelumnya, ia menjelaskan mengenai aturan dalam pasang ri Kajang dalam proses pemilihan Ammatoa. Di sana dikatakan bahwa yang berhak mendapat gelar Ammatoa adalah yang sanggup melewati proses pengangkatan yang terdiri dari empat tahapan.
Dalam kesaksian salah satu pemangku adat, empat tahapan itu sudah dilalui oleh keduanya. Dalam proses itu Puto Palasa yang berhasil melalui empat tahapan. Sementara Puto Bekkong, tidak sampai mengikuti seluruh tahapan. Oleh karena itu, secara hukum adat Kajang, yang berhak menjabat Ammatoa adalah Puto Palasa yang usianya lebih muda dari Puto Bekkong. Dari hasil ini diputuskan bahwa Puto Palasa yang berhak menjadi Ammatoa.
Beberapa hari sebelumnya telah berlangsung pertemuan serupa, dihadiri para pemangku adat butta Kajang. Dengan disaksikan warga komunitas adat Kajang dan unsur pemerintah setempat, pertemuan tersebut berusaha mencari solusi dualisme Ammatoa.
Pertemuan itu berupaya membahas duduk perkara terjadinya dualisme dan mendamaikan dua kubu yang bersengketa, antara pihak Puto Bekkong dan Puto Palasa (keduanya merasa sebagai Ammatoa).
Akhirnya, setelah melewati urun rembug yang menyita waktu hampir enam jam, disepakati yang menjadi Ammatoa adalah Puto Bekkong. Keputusan tersebut diambil berdasarkan pengakuan Anrongta ri Pangi, orang yang berhak melantik Ammatoa. Dalam pengakuannya, ia mengatakan:
Oh anakku ia ngngase irate nasaba maimmi kulanti’ Ammatoa siurang atorang riolo mariolo, iamintu i Puto Bekkong. Kuerai nupalekkoki nanutimbahoi, nasaba malla inakke allese riatorang riolo mariolo. Inakke tanggung jawa’  ri lino, sambenna ri allo ri boko saba tojeng nasiurang kalambusang, kupaingakko anak.Lambusukko   nu karaeng. Pissonaku nu guru.
Gattangko nu ada. Sabbarakko nusanro. Salama’ kointu ri lino sambenna ri allo ri book Ako jamai’i punna tania jamannu
.
Artinya:
Hai anakku, berdasarkan aturan yang berlaku turun temurun, dengan ini sudah saya lantik yaitu Puto Bekkong sebagai Ammatoa. Saya tidak menyeleweng dari aturan nenek moyang kita. Saya bertanggung jawab di dunia dan akhirat atas apa yang sudah saya lakukan. Saya ingatkan kamu anakku: Lurus dalam memerintah. Pasrah seperti ulama. Tegas pada aturan adat. Sabar seperti orang yang berilmu tinggi. Niscaya kamu akan selamat di dunia dan akhirat kelak. Jangan mengerjakan hal yang bukan pekerjaanmu.
***
Sejarah adat ammatoa


1.             Amma Toa merupakan pemimpin tertinggi hukum adat Amma Toa yang kesehariannya melakukan ritual A’nganro mange ri Turiea Arra’nna(Bermohom dan berdoa kepada yang maha berkehendak), Demi keselamatan Dunia beserta isinya dan memiliki 3 Tugas Utama yakni; Tau(Manusia), Tana(Tanah/Bumi), Langi’(Langit)

2.             Anrongta(Baku’ Atoa) Merupakan Jabatan yang tidak bisa terpisahkan dan dibedakan dengan tugas Amma Toa karena Baku’ Atoa Secara otomatis menjabat atau melaksanakan segala Tugas Penting  Amma Toa apabilah Amma Toa A’linrung (meninggal Dunia) kemudian melaksanakan proses Ritual Pa’nganro Annyuru’ Borong untuk terbentuknya Amma Toa berikutnya setelah meninggal selama 3 Tahun dan Jenis Pa’nganro Annyru’ Borong Lainnya.

3.             Angronta(Baku’ Alolo). Merupakan pembantu Anronta Baku’ Atoaya dalam melaksanakan segala proses Pa’nganro sesuai dengan petunjuk Amma Toa dan Anrongta Baku’ Atoaya tetapi tidak bisa memegang jabatan baik jabatan Amma Toa Maupun Anrongta Baku’ Atoaya. Dan sewaktu-waktu memimping acara pa’nganro apabilah acara Pa’nganro tersebut adalah sudut rumah.

4.             Galla’ Pantama berfungsi sebagai pengurus secara keseluruhan sektor pertanian dan perkebunan, Dengan hubungannya keberadaan Tanah tempat tumbuhnya segala jenis tumbuhan adalah atas permohonan Galla Pantama dengan berbagai bentuk perjanjian memperlakukannya sebagai sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

5.             Galla Kajang bertanggung jawab terhadap konsistensi dalam perlengkapan pada kegiatan Ritual Pa’nganro, sekaligus membantu Galla Pantama dalam segala tugas-tugasnya, Hubungannya dengan Permohonan Galla Kajang maka Bumi ini dapat berpisah dengan Langit sehingga memungkinkan  berlangsungnya kehidupan dengan sederhana yang didapatkan dengan jerih payah, Halal dan berserah diri

6.             Galla Lombo’ bertanggung jawab terhadap segala urusan dalam dan urusan luar wilayah amma toa sehubungan dengan perpaduan dan Sinkrunisasi antara Hukum Adat dan Hukum Nasional dalam kegiatan keseharian. Hubungannya karena keberadaan Galla Lombo’ dengan kehendak Turie’ A’ra’na maka bumi ini menjadi tenang sehingga kita tidak merasakan getaran dan Grafitasi Bumi yang begitu cepat.

7.             Galla’ Puto’ sebagai Pembantu segala tugas-tugas Galla Lombo’ yang diperintahkan, juru bicara Amma Toa dalam mengatasi segala permasalahan baik sifatnya Penanganan, Penyelesaian, dan Pengampunan, serta bertidak sebagai publikasi Lebba(Keputusan) atau Rurungan(Kebenaran) yang senantiasa di terapkan oleh Amma Toa berdasarkan Pasang(Pesan).

8.             Galla’ Maleleng bertanggung jawab terhadap Pemeliharaan dan pengadaan Ikan pada acara Ritual Pa’nganro sebagai kebutuhan utama dalam Ritual tersebut.

9.             Kali (Sara’) mengurus dalam bidang keagamaan dalam hal ini  Pembaca Do’a, pada acara Adat dalam kegiatan keluarga seperti Pesta, ,Acara kematian mulai dari disembahyangi sampai seratus harinya(A’dangan)
10.         Mongcong Buloa sebagai pengurus dan penanggung jawab terhadap semua Ada’ Pattola Ri Karaengia termasuk segala tanggung jawab perlengkapan masing-masing pada acara Ritual Pa’nganro

11.         Sulehatan sebagai pelindung dan pengayom terhadap segala Lebba dan Rurungan yang telah ditetapkan oleh Amma Toa.
12.         Karaeng Kajang (Labbiria) bertanggung jawab dalam hal pemerintahan dan pembangunan sosial dan kemasyarakatan seirin dengan ketentuan Pasang dan tidak mebertentangan dengan keputusan Amma Toa

13.         Galla’ Bantalang sebagai penjaga kelestarian hutan dan Sungai pada areal pengambilan Sangka’ (Udang) sekaligus bertanggung jawab terhadap pengadaan udan tersebut pada acara Pa’nganro.

14.         Galla’ Sapa betugas sebagai penanggung jawab terhadap tempat tumbuhnya sayuran (paku) dan sekaligus bertugas pengadaan sayuran tersebut pada acara panganro.

15.         Galla’ Ganta’ bertugas sebagai pemelihara tempat tumbuhnya Bambu Buluh sebagai bahan untuk memasak pada acara panganro sekaligus pengadaannya.

16.         Anjuru bertanggung jawab terhadap pengadaan lauk pauk yang akan digunakan pada acara panganro. Seperti Ikan Sahi, Tambelu’.
17.         Lompo Ada’ berfungsi sebagai penasehat para pemangku Ada’ Lima dan Pattola Ada’ ri Tana Kekea.

18.         Galla’ Sangkala pengurus jahe yang di gunakan dalam acara panganro.

19.         Tutoa Ganta’ bertugas sebagai pemelihara tempat tumbuhnya Bambu Buluh sebagai bahan untuk memasak pada acara panganro sekaligus pengadaannya.
20.         Kamula Adat sebagai pembuka bicara dalam diskusi adat.
21.         Panre bertanggung jawab dalam penyediaan perlengkapan dan peralatan acara ritual
22.         Tutoa Sangkala mengurus lombok kecil dan bulo yang di pakai dalam acara panganro.

23.         Angrong Guru sebagai pembuka bicara dalam diskusi Ada’.

24.         Pattongko sebagai penjaga batas wilayah

25.         Loha Karaeng sebagai penghargaan karena berhasil menjabat Karaeng dengan baik dan Aman yang sangat berlangsung lama. pemerintahannya

26.         Kadaha sebagai pembantu galla pantama

27.         Galla’ Jojjolo sebagai penunjuk dan Tapal Batas kekuasaan Rambang Amma Toa dan sekaligus bertindak sebagai Kedutaan Amma Toa terhadap wilayah yang berbatasan dimana dia ditempatkan, misalnya Karaeng Kajang dengan Karaeng Bulukumpa.

28.         Lompo Karaeng sebagai penasehat Karaeng Tallu dan Pattola Karaeng ri Tana Lohea.

Sumber : Dokumen masyarakat dalam

SEJARAH SINGKAT KEBERADAAN ADA’ LIMA, KARAENG TALLU

Ada’ Lima adalah satu kesatuan Adat yang masing-masing mempunyai Tugas dan fungsi keseharian baik dalam kegiatan menyangkut kehidupan masyarakat Adat(Duniawi) maupun tatanan pengamalan Pasang dalam hal Tuntunan menuju hari akhirat nanti, Ada’ Lima bertangngung jawab sebagai pelaksana dan pengayom segala keputusan Amma Toa(Lebba,Rurungan). Berdasarkan Pasang bahwa diantara kelima adat tersebut ada empat tertua bersamaan dengan diciptakannya bumi beserta isinya. Berdasarkan Pasang bahwa begitu Turie’A’ra’na (Annyappe) menciptakan Kehidupan di ruang hampa maka terjadilah transaksi Bathin tentang keberadaan yang tidak memiliki batas pandang kesegala arah maka dengan sebuah ucapan akhirnya Turie’ A’ra’na menciptakan setitip Bumi sebesar tempurung kelapa(Tombolo) kehidupan bermohom dengan sebuah kata maka terciptalah langit namun pada saat itu antara langit dan bumi masih sangat berdekatan dan hanya bisa duduk karena apabilah berdiri maka kepala tertahan oleh langit, maka disinilah Turie’ A’ra’na dengan kekuasaanya menciptakan(Annyappe) ke empat Adat secara berturut-turut yakni Galla Pantama untuk melebarkan Tanah (Bumi), Galla Kajang mengangkat Langit agar terpisah jauh dari Bumi tetapi tidak bisa bertahan, maka muncullah Galla Puto’ yang menjadi penahan langit dan menggantung Bumi tetapi pada saat itu keberadaan Bumi lebih besar dari langit maka muncullah Galla Lombok dengan sebuah gerakan dan ucapan sehingga bumi berkerut sehingga terbentuk adanya gunung dan jurang sampai bumi sama besar dengan langit, maka jadilah Bumi dengan sempurnah.Dengan terbentuknya Bumi dengan sempurna yang pada saat itu menurut pasang baru di Tanah Towa dan yang lainnya masih terbentang Lautan luas. Dengan keadaan sempurnanya keberadaan Alam semesta sedikit ada pertentangan di antara keempat Manusia tersebut karena masing-masing mengklaim Kekuasaan yang pada saat itu baru dua tempat di antaranya Tombolo(Pa’rasangen Ilau, dan Pa’rasangen Iraja)Karanjang karena kebersamaan yang dimiliki untuk membuktikan kekuasaan tersebut mereka berjalan menuju Karanjang(Pa’rasangen Iraja dan mengelilingi kedua wilayah tersebut sampai di perjalanan mengadakan kesepakatan untuk saling bersembunyi tetapi yang keempat Adat masih tetap terlihat Tetapi tiba-tiba ada yang muncul sebuah keajaiban menawarkan untuk bersembunyi ternyata yang keempatnya itu tidak dapat melihatnya maka tempat tersebut disebut (Sobbu) Sembunyi dengan demikian akhirnya sadar bahwa ternyata ada yang menciptakan kehidupan kita dan kehendak kita (Rie’ Angnga’rakkanngi) maka Sang pencipta, Yang Maha berkehendak, Perkasa, Suci, Agung disebut (Turi’ A’ra’na).
Turie’ A’ra’na mewasiatkan bahwa inilah titipan yang meneruskan segala Pesan-pesan yang menuntung kehidupan menuju hari Akhirat(yang dimaksud adalah yang pertama). Maka keempatnya sepakat memberi nama atau memanggilnya Amma Toa yang selalu diteruskan keberadaannya sampai hari ini kepada amma tersebut mendapat Wasiat dari Turie’ A’ra’na sebagai berikut;
Pasang:

 kembali).                                                                                          

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB AMMA TOA DALAM MELANGSUNGKAN DO’A (A’NGANRO MANGE RI TURIE’ A’RA’NA)

A’nganro dalam kehidupan Amma Toa menjadi kegiatan utama Demi keselamatan Dunia beserta isinya baik di Dunia maupun diakhirat nanti dalam artian Amma Toa Harus mampu mengelilingai Bumi 77 kali dalam sehari semalam sesuai dengan keyakinan(Katappakkan simmata).
Pasang; Kupa’nganroan inni Linoa Lollong Munena mange ri Tumapparetta mingka Gaukangi Passuroanna na Nuliliang Nutamma’rinna Nasaba Igitteji Talangngittei mingka igitte apa-apa nigaukan Naitteki (Saya bermohom pengampunan kepada Allah Yang maha Berkehendak secara keseluruhan demi keselamatan Dunia beserta isinya tapi kita harus melaksanakan segala Perintahnya dan menjauhi apa yang dilarangnya  Karena Turie’ A’ra’na Maha Mengetahui, Melihat segalah tingkah yang dilakukan oleh setiap Manusia walaupun kita tidak melihat tapi Dia melihat Kita)
Pasang; Punna maimmako kupauang sesena kahajikanga na anre nugaaukangi tala   rinakke salaya rikau tangkamuaya(Kalau saya sudah sampaikan apa yang harus dilakukan dan kamu tidak melaksanakannya maka kamu sendiri yang mengalami penyesalan baik di Dunia Maupun diAkhirat Nanti).

WILAYAH DAN BATAS-BATAS (RAMBANG) AMMA TOA

I.                   Sirangka’na Alam Siahona Butta (Dunia Beserta Isinya)
II.                 Sape, Solo’, Kaili, Salapadang       ( Sabah, Pilipina,
III.              Tanuntung, Tammatto, Buatana, Sangkala Lombo’( Herlang, Ujung Lohe, Tellu Limpoe, Selayar)
IV.              Limba, Doro, Tuli, Sangkala. Desa


A. Sistem Pemerintahan
Dalam konteks sistem politik, komunitas adat Kajang di Tana Toa dipimpin oleh seorangdisebut Ammatoa dan mereka sangat patuh padanya. Kalau Tana Toa berarti tanah yang tertua,maka Ammatoa berarti bapak atau pemimpin tertua. Ammatoa memegang tampuk kepemimpinandi Tana Toa sepanjang hidupnya terhitung sejak dia dinobatkan. Sebabnya proses pemilihanAmmatoa tidak gampang. Adalah sesuatu yang tabu di Tana Toa bila seseorang bercita-cita jadiAmmatoa . Pasalnya, Ammatoa bukan dipilih oleh rakyat, tetapi seseorang yang diyakini mendapatberkah dari Tu Rie’A’ ra’na.Selain sebagai pemimpin adat, Ammatoa bertugas sebagai penegak hukum sebagaimanadipesankan dalam pasang ri Kajang . Komunitas adat Kajang menerapkan ketentuan-ketentuan adatdalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pemanfaatan hutan. Ketentuan adat yang diberlakukandi wilayah adat Ammatoa Kajang diberlakukan kepada seluruh komponen komunitas, tanpa kecuali.Ketentuan ini berlandaskan pesan leluhur yang disampaikan secara turun-temurun. Ketentuan adatini dipandang sebagai sesuatu yang baku (lebba) yang diterapkan kepada setiap orang yang telahmelakukan pelanggaran. Dalam hal ini diberlakukan sikap tegas (gattang), dalam arti konsekuendengan aturan dan pelaksanaannya tanpa ada dispensasi, sebagaimana disebutkan dalam pasangyang berbunyi:
Anre nakulle nipinra-pinra punna anu lebba  Artinya : Jika sudah menjadi ketentuan, tidak bisa diubah lagi.
Menurut mitologi orang Kajang, ketika manusia belum banyak menghuni bumi, sebutanAmmatoa belum dikenal. Yang ada ialah Sanro atau Sanro Lohe (dukun yang sakti). Sanro Lohe bukanhanya sekadar sebagai dukun yang dapat mengobati penyakit, melainkan juga tokoh pimpinan dalamupacara ritual keagamaan sekaligus sebagai pemimpin kelompok. Selepas manusia kian ramai dankebutuhan semakin berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, istilah Amma mulai dikenal.Struktur organisasi pun dibentuk dengan pembagian tugas dan fungsi masing-masing.Pembagian kekuasaan ini termaktub dalam pasang ri Kajang : Amma mana’ ada’ (Ammamelahirkan adat) dan Amma mana’ karaeng (Amma melahirkan pemerintahan). Ammatoadidampingi dua orang Anrong (ibu) masing-masing Anrongta ri Pangi dan Anrongta ri Bongkina danpara pemangku adat. Anrongta ri Pangi bertugas melantik Ammatoa . Selain itu, dalam sistem politiktradisional yang berlaku di Kajang, Ammatoa juga dibantu oleh yang disebut sebagai Ada’ LimaKaraeng Tallu . Ada’ Lima (ri Loheya dan ri Kaseseya) adalah pembantu Ammatoa yang khususbertugas mengurusi adat ( ada’ pallabakki cidong ). Di antaranya, mereka bergelar Galla Puto yangbertugas sebagai juru bicara Ammatoa , dan Galla Lombo’ yang bertugas untuk urusan pemerintahanluar dan dalam kawasan (selalu dijabat oleh Kepala Desa Tana Toa). Selain itu ada Galla Kajang yangmengurusi masalah ritual keagamaan, Galla Pantama untuk urusan pertanian, dan Galla
Melelenguntuk urusan perikanan. Setiap pemangku adat memunyai tugas dan kewenangan berbeda-beda.Sementara Karaeng Tallu bertugas membantu dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan ( ada’tanayya ). Karaeng Tallu merupakan tri tunggal dalam pemerintahan, dan dikenal dengan tallukaraeng mingka se’reji. Yang berarti bahwa apabila salah satu di antaranya telah hadir dalamupacara adat, maka Karaeng Tallu sudah dianggap hadir. Dalam perkembangannya, kendatiAmmatoa adalah orang tertinggi dalam struktur pemerintahan Tana Toa, keberadaan pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui. Bahkan karena dianggap lebih berpendidikan, pemerintah di luarTana Toa juga sangat dihormati. Pemerintah dalam hal ini adalah camat, bupati, dan seterusnya.Bukti penghormatan ini terlihat dalam upacara adat atau sebuah pertemuan di mana pejabatpemerintah mendapat kappara dengan jumlah piring lebih banyak dari Ammatoa . Kappara adalahbaki yang berisi sejumlah piring dengan beragam makanan. Dengan kappara ini pula kedudukanseseorang akan terlihat karena semakin besar sebuah kappara atau makin banyak piringnya, makamakin tinggi kedudukannya. Bila seorang Ammatoa meninggal ( a’linrung ), majelis adat menunjukpejabat sementara yang memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dengan Ammatoa . Jabatansementara dijabat selama tiga tahun. Selepas masa tersebut, tepat pada malam bulan purnama( bangngi kentarang ) dilaksanakan appa’runtu pa’nganro , yaitu upacara ritual anyuru’ borong ,memohon petunjuk Tu Rie’ A’ra’na untuk memilih Ammatoa yang baru. Para calon Ammatoa inibiasanya harus tahu betul adat istiadat di Tana Toa. Selain itu mereka harus bisa menjelaskan asal-usul manusia secara rinci di Tana Toa sejak yang pertama. Ini tentu saja bukan hal mudah dilakukandan diyakini masyarakat memang hanya orang tertentu yang bisa melakukannya. Pasalnya, di TanaToa, tabu membicarakan asal-usul manusia bahkan tentang keturunan seseorang. Dikisahkan PakSekdes Tana Toa, setiap kali penobatan Ammatoa dilakukan, seekor ayam jantan dilepas. Kalausudah tiba saatnya, atau sudah tiga tahun, para calon dikumpulkan dan ayam yang sudah dilepassaat penobatan terdahulu, didatangkan lagi. Di mana ayam itu bertengger maka, dialah yang jadiAmmatoa . Biasanya setelah ayam bertengger wajah orang tersebut langsung berubah-ubah dansangat bercahaya. Setelah itu ayamnya langsung mati.Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Dati II Bulukumba, terletak di bagian utaraKecamatan Kajang, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Dati II Sinjai. Luas wilayah Desa TanaTowa 1.820 ha, terdiri atas sembilan dusun, yaitu 1) Dusun Balagana(2) Dusun Jannayya(3) Dusun Bantalang(4) Dusun Pangi(5) Dusun Sobbu(6) Dusun Balambina(7) Dusun Benteng(8) Dusun Luraya(9) Dusun TomboloDesa ini berbatasan dengan empat desa yang merupakan pemekaran dari desa tanah Toasendiri pada tahun 1995 yaitu: Sebelah Utara dengan Desa Batunilamunge, sebelah selatan denganBonto Baji, sebelah barat dengan Pattiroang dan sebelah timur dengan
Malleleng.Dari kesembilan dusun yang ada di desa tanah Toa tersebut, Tujuh diantaranya beradadidalam kawasan adat, dua yang lainnya berada diluar yaitu dusun Benteng dan Jannayya. Luaswilayah yang masuk dalam kawasan ini 998 ha, atau lebih dari separuh (55%) wilayah Desa Tana Toa.Kawasan
 Adat Kajangdibatasi, secara alamiah, dengan empat sungai, yaitu:(1) Sungai Tuli di bagian utara(2) Sungai Limba di bagian timur(3) Sungai Sangkala di bagian selatan(4) Sungai Doro di bagian baratBatasan alamiah tersebut oleh mereka disebutemba
(pagar) ataurabbang(kandang).Kawasan yang ada dalam lingkup batas alamiah itu kemudian disebut Ilalang Embaya(dalam pagar)dan daerah di luarnya disebutIpantarang Embaya ( di luar pagar). Dari istilah rabbang kemudian dikonsepsikan kawasan dalam adat sebagai
rabang Seppang(kandang sempit), sementara kawasandi luar dikonsepsikan sebagai rabbang luara(kandang luas).Rabbang Seppangna Amma ini jugamenjadi batas sejauh mana seorang Amma Toa boleh bepergian.Tiap-tiap tempat yang menjadi daerah Tanah Toa dalam keyakinan masyarakat adat bukanhanya soal geografis, tapi juga berkaitan dengan persoalan keyakinan spiritual dan keterkaitanmereka secara batin. Nama-nama seperti Doro, sangkala, Tuli dalam kawasan adat dan Dalonjo,Damangga, dakodo, Dangampa dan Tumutung ri Sobbu(diluar kawasan adat) adalah nama-namayang diyakini menjadi penjaga negeri yang memiliki hubungan batin dengan komunitas adat. Itulahsebabnya mengapa tanah atau daerah komunitas adat mereka menjadi begitu penting. (Ini lebih jelas dalam pembahasan sengketa dengan Lonsum).Demikian halnya dengan Istilah Ilalang embayya dan ipantarang embayya
tidak sekedarsebagai batas wilayah tetapi lebih dari itu istilah ini juga menunjukkan batas-batas identitas antarakomunitas dalam kawasan adat dengan di luar kawasan adat. Perbedaan identitas itu misalnyaditunjukkan dengan symbol Ilalang Embayya butta to Kamase-masea(Dalam lokasi adat sebagaitempat orang-orang yang bersahaja). Sedangkan ipantarang embayya sebagai butta kuasaiyya
.(Diluar kawasan adat sebagai tempat orang-orang yang punya kuasa).
B. Sistem Ekonomi
Masyarakat Ammatoa Kajang menganut sistem perekonomian tradisional dimana parawarganya hanya memusatkan kegitan ekonominya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhanpribadinya. Namanya saja system ekonomi tradisional, maka alat yang digunakan untuk kegiatanekonomipun terkesan sederhana dan masih begitu jauh dari modern, seperti halnya alat penenunsarung hitam yang masih menggunakan teknologi manual ataupun cara mereka bertani danmenggarap sawah yang masih menggunakan kerbau sebagai tenaga penggarap.
Meskipun begitu,masyarakat Kajang tidak pernah merasa susah karena kegigihan mereka dalam melakukanserangkaian kegiatan ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari  hari. Perekonomian diKajang diklasifikasikan kedalam kelompok perekonomian agraris dengan hasil utama padi yangdisimpan di atas loteng rumah mereka sehabis panen. Selain itu, mereka juga mengndalkan hasilperkebunan mereka seperti kakao, buah  buahan dan lain-lain. kemudian dari pemanfaatan hutandan peternakan seperti sapi dan kebo juga bisa menjadi sumber pendapatan walaupun biasa adayang tidak diperjualbelikan. Selain itu diluar dari kegiatan agraris, sebagian besar masyarakat jugamendapat keuntungan yang lumayan besar dari hasil tenun kain sarung yang diperjualbelikan.Jika sudah menuai hasil dari perekoomian, maka hasilnya sebagian besar disimpan untukkepentingan pribadi seperti pernikahan, naik haji, kebutuhan sehari  hari, dll. Selain itu, juga untukkepentingan umum seperti acara ritual yang dianggap akan mendatangkan kekuatan magis, sertaadat istiadat.
Masyarakat Amma Towa juga melakukan investasi untuk menuai hasil lebih dari kegiatanperekonomian yang mereka jalani, seperti membeli sawah dan kebun untuk simpanan modal yangdimaksudkan bisa menjadi sarana alternatif jikalau nanti mengalami krisis keuangan.Di dalam fikiran kita jika mendengar kata atau etnis Amma Towa, tentunya yang terlintassecara tiba  tiba adalah sekelompok masyarakat yang begitu primitive, dan jauh bahkan tidakpernah mengenal yang namanya dunia luar. Namun, jangan salah ! mereka juga kadang keluarkompleks. Ini disebabkan karena tidak terdapat satupun pasar di kawasan ini, yang memaksa merekakeluar ke Pasar Kajang untuk berbelanja agar bisa memenuhi berbagai kebutuhan sehari  hari.Adapaun mata pencaharian penduduk Desa Tana Towa bertumpu pada pertanian di sawahdan ladang, dan usaha perkebunan. Pemanfaatan lahan meliputi:(1) ladang 800 ha(2) kebun campuran 455 ha(3) sawah 280 ha(4) perkarangan 150 ha(5) hutan 110 ha(6) jalan desa 20 haJagung dan padi adalah tanaman pangan utama yang menjadi sumber penghidupanKomunitas
 Adat Kajang
. Sebagai tambahan mereka juga membudidayakan bahan makanan danpendapatan lain, seperti ubi kayu, ubi jalar, dan kacang-kacangan untuk tanaman jangka pendek;sedangkan tananam jangka panjang terdapat kelapa, kemiri, kopi, kapok, durian, langsat. KomunitasTanahToa kajang juga mulai membumi dayakan tanaman yang akhir-akhir ini banyak dikembangkandi luar kawasan adat seperti cengkeh, jambu mente, coklat dan lada.
Masyarakat tanah Toa disamping bertani, mereka juga beternak. Sapi, kerbau dan kudaadalah yang paling banyak diternakkan oleh komunitas ini. Ternak semacam ini memang sangatpenting bagi komunitas tanah Toa, karena disamping bisa di jual juga paling banyak digunakan dalammenggarap pertanian mereka.
Misalnya kerbau, sapi maupun kuda, biasa digunakan untukmembajak sawah ataupun lading. Selain itu ternak ini juga menjadi hewan sembelihan pada saat-saat ada acara adat, seperti akkattere,akkalomba maupun pesta perkawinan. Selain itu untukmenambah penghasilan, mereka juga membuat tope yaitu sarung hitam yang mereka tenung sendiridan digarusu yaitu di lamuri dengan pewarna dari tumbuh-tumbuhan tertentu.Karena bagi masyarakat adat ini sumber kehidupannya adalah tanah, maka tanah bagimereka sangat berarti. Kehilangan tanah sama artinya mereka kehilangan sumber kehidupannya.