Struktrur Pemerintahan
Ammatoa sangat berpengaruh dalam
aspek pemerintahan. Sosok Ammatoa yang ramah, tenang, berperawakan sedang,
berkulit putih dan sorot mata yang tajam tapi bersahabat. Sayangnya, beliau
tidak bisa di abadikan dalam beberapa kesempatan.
Selain sebagai pemimpin adat,
Ammatoa bertugas sebagai penegak hukum dan membagi otoritas pemerintahan
sebagaimana dipesankan dalam Pasang Ri Kajang. Komunitas adat Kajang
menerapkan ketentuan - ketentuan adat dalam kehidupan sehari-hari termasuk
dalam pemanfaatan hutan. Otoritas pemerintahan sebagaimana yang ditetapkan
dalam pasang :
Amma mana’ ada’ : Amma melahirkan adat
Amma mana’ karaeng : Amma melahirkan pemerintah
STRUKTUR LEMBAGA ADAT
Dengan strukturisasi tersebut, Ammatoa
menempati pucuk pimpinan.
1.
Ammatoa
sebagai pimpinan.
2.
Karaeng
Tallu (Penasehat) yang meliputi : Karaeng La’biria (Karaeng Kajang
: Camat Kajang), Sulehatang (Kepala Kelurahan), Moncong Buloa (Karaeng
Tambangan).
3.
Ammatoa didampingi dua orang Anrong (ibu) masing - masing Anrongta ri
Pangi dan Anrongta ri Bungki. Anrongta ri Pangi bertugas melantik
Ammatoa. Selain itu, dalam sistem politik tradisional yang berlaku di Kajang,
Ammatoa juga dibantu oleh yang disebut sebagai Ada’ Lima Karaeng Tallu.
4.
Ada’
Limayya yang
terbagi atas dua adat.
Pertama : Tana Lohea yang
terdiri dari Galla Anjuruk, Galla Ganta, Galla Sangkala, Galla Sopa’ dan
Galla Bantalang
Kedua : Tana Kekkesea yang
memiliki beberapa tanggung jawab penting dalam masyarakat adat meliputi : Galla
Lombo’ (memiliki tugas menerima tamu dan mengutus utusan untuk mengikuti
upacara adat, baik di tingkat kabupaten maupun tingkat nasional. Posisi Galla
Lombo’ selalu diisi oleh Kepala Desa Tana Toa). Galla Pantama
(mengurusi masalah pertanian), Galla Kajang (mengurus masalah ritual), Galla
Puto (bertindak sebagai juru bicara Ammatoa). Galla Malleleng (mengurusi
masalah kebutuhan ikan untuk digunakan pada acara adat).
5.
Perangkat
tambahan yang membantu tugas Ammatoa : Galla Jo’jolo, Galla Tu Toa Sangkala,
Tu Toa Ganta’, Anrong Guru, Kadaha, Karaeng Pattongko’, Lompo Karaeng, Lompo
Ada’, Loha, Kammula, Kali (Imam), dan Panre (Pandai Besi).
Strukturalisasi tersebut jelas
menunjukkan bahwa Ammatoa memiliki dua fungsi, yakni pemimpin adat dan
pemerintahan. Namun dalam praktiknya, Ammatoa sekedar memiliki fungsi
dalam aspek spiritual. Camat Kajang yang semestinya dilantik oleh Ammatoa kini
tidak lagi. Bahkan sebaliknya, Camat Kajang yang semestinya.
Proses Pemilihan Ammatoa
Dalam pemimpinan adat di Kawasan
Adat Ammatoa, ditunjuk seorang pimpinan yang disebut Ammatoa (pemimpin
tertua), lalu di bawahnya ada pemangku adat lain sesuai dengan bidangnya masing
- masing. Dalam pertemuan antara berbagai elemen itu, soal utama yang dibahas
adalah munculnya dua Ammatoa. Saat itu ada dua orang yang mengaku menjadi
Ammatoa, yaitu Puto Palasa dan Puto Bekkong.
Pertemuan dipandu oleh pemangku adat
yang bergelar Galla, yaitu Galla Lombo’. Sebelumnya, ia menjelaskan mengenai
aturan dalam pasang ri Kajang dalam proses pemilihan Ammatoa. Di sana
dikatakan bahwa yang berhak mendapat gelar Ammatoa adalah yang sanggup melewati
proses pengangkatan yang terdiri dari empat tahapan.
Dalam kesaksian salah satu pemangku
adat, empat tahapan itu sudah dilalui oleh keduanya. Dalam proses itu Puto
Palasa yang berhasil melalui empat tahapan. Sementara Puto Bekkong, tidak
sampai mengikuti seluruh tahapan. Oleh karena itu, secara hukum adat Kajang,
yang berhak menjabat Ammatoa adalah Puto Palasa yang usianya lebih muda dari
Puto Bekkong. Dari hasil ini diputuskan bahwa Puto Palasa yang berhak menjadi
Ammatoa.
Beberapa hari sebelumnya telah
berlangsung pertemuan serupa, dihadiri para pemangku adat butta Kajang. Dengan
disaksikan warga komunitas adat Kajang dan unsur pemerintah setempat, pertemuan
tersebut berusaha mencari solusi dualisme Ammatoa.
Pertemuan itu berupaya membahas
duduk perkara terjadinya dualisme dan mendamaikan dua kubu yang bersengketa,
antara pihak Puto Bekkong dan Puto Palasa (keduanya merasa sebagai Ammatoa).
Akhirnya, setelah melewati urun
rembug yang menyita waktu hampir enam jam, disepakati yang menjadi Ammatoa
adalah Puto Bekkong. Keputusan tersebut diambil berdasarkan pengakuan Anrongta
ri Pangi, orang yang berhak melantik Ammatoa. Dalam pengakuannya, ia mengatakan:
Oh anakku ia ngngase irate nasaba
maimmi kulanti’ Ammatoa siurang atorang riolo mariolo, iamintu i Puto Bekkong.
Kuerai nupalekkoki nanutimbahoi, nasaba malla inakke allese riatorang riolo
mariolo. Inakke tanggung jawa’ ri lino, sambenna ri allo ri boko saba
tojeng nasiurang kalambusang, kupaingakko anak.Lambusukko nu
karaeng. Pissonaku nu guru.
Gattangko nu ada. Sabbarakko nusanro. Salama’ kointu ri lino sambenna ri allo ri book Ako jamai’i punna tania jamannu.
Gattangko nu ada. Sabbarakko nusanro. Salama’ kointu ri lino sambenna ri allo ri book Ako jamai’i punna tania jamannu.
Artinya:
Hai anakku, berdasarkan aturan yang berlaku turun temurun, dengan ini sudah saya lantik yaitu Puto Bekkong sebagai Ammatoa. Saya tidak menyeleweng dari aturan nenek moyang kita. Saya bertanggung jawab di dunia dan akhirat atas apa yang sudah saya lakukan. Saya ingatkan kamu anakku: Lurus dalam memerintah. Pasrah seperti ulama. Tegas pada aturan adat. Sabar seperti orang yang berilmu tinggi. Niscaya kamu akan selamat di dunia dan akhirat kelak. Jangan mengerjakan hal yang bukan pekerjaanmu.
Hai anakku, berdasarkan aturan yang berlaku turun temurun, dengan ini sudah saya lantik yaitu Puto Bekkong sebagai Ammatoa. Saya tidak menyeleweng dari aturan nenek moyang kita. Saya bertanggung jawab di dunia dan akhirat atas apa yang sudah saya lakukan. Saya ingatkan kamu anakku: Lurus dalam memerintah. Pasrah seperti ulama. Tegas pada aturan adat. Sabar seperti orang yang berilmu tinggi. Niscaya kamu akan selamat di dunia dan akhirat kelak. Jangan mengerjakan hal yang bukan pekerjaanmu.
***
Sejarah adat ammatoa
1.
Amma Toa merupakan pemimpin tertinggi hukum adat Amma Toa yang
kesehariannya melakukan ritual A’nganro mange ri Turiea Arra’nna(Bermohom
dan berdoa kepada yang maha berkehendak), Demi keselamatan Dunia beserta
isinya dan memiliki 3 Tugas Utama yakni; Tau(Manusia), Tana(Tanah/Bumi),
Langi’(Langit)
2.
Anrongta(Baku’ Atoa) Merupakan Jabatan yang tidak bisa
terpisahkan dan dibedakan dengan tugas Amma Toa karena Baku’ Atoa Secara
otomatis menjabat atau melaksanakan segala Tugas Penting Amma Toa
apabilah Amma Toa A’linrung (meninggal Dunia) kemudian melaksanakan
proses Ritual Pa’nganro Annyuru’ Borong untuk terbentuknya Amma Toa berikutnya
setelah meninggal selama 3 Tahun dan Jenis Pa’nganro Annyru’ Borong Lainnya.
3.
Angronta(Baku’ Alolo). Merupakan pembantu Anronta Baku’ Atoaya
dalam melaksanakan segala proses Pa’nganro sesuai dengan petunjuk Amma Toa dan
Anrongta Baku’ Atoaya tetapi tidak bisa memegang jabatan baik jabatan Amma Toa
Maupun Anrongta Baku’ Atoaya. Dan sewaktu-waktu memimping acara pa’nganro
apabilah acara Pa’nganro tersebut adalah sudut rumah.
4.
Galla’ Pantama berfungsi sebagai pengurus secara keseluruhan
sektor pertanian dan perkebunan, Dengan hubungannya keberadaan Tanah tempat
tumbuhnya segala jenis tumbuhan adalah atas permohonan Galla Pantama dengan
berbagai bentuk perjanjian memperlakukannya sebagai sesama ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa.
5.
Galla Kajang bertanggung jawab terhadap konsistensi dalam
perlengkapan pada kegiatan Ritual Pa’nganro, sekaligus membantu Galla Pantama
dalam segala tugas-tugasnya, Hubungannya dengan Permohonan Galla Kajang maka
Bumi ini dapat berpisah dengan Langit sehingga memungkinkan
berlangsungnya kehidupan dengan sederhana yang didapatkan dengan jerih payah,
Halal dan berserah diri
6.
Galla Lombo’ bertanggung jawab terhadap segala urusan dalam dan
urusan luar wilayah amma toa sehubungan dengan perpaduan dan Sinkrunisasi
antara Hukum Adat dan Hukum Nasional dalam kegiatan keseharian. Hubungannya
karena keberadaan Galla Lombo’ dengan kehendak Turie’ A’ra’na maka bumi ini
menjadi tenang sehingga kita tidak merasakan getaran dan Grafitasi Bumi yang
begitu cepat.
7.
Galla’ Puto’ sebagai Pembantu segala tugas-tugas Galla Lombo’
yang diperintahkan, juru bicara Amma Toa dalam mengatasi segala permasalahan
baik sifatnya Penanganan, Penyelesaian, dan Pengampunan, serta bertidak sebagai
publikasi Lebba(Keputusan) atau Rurungan(Kebenaran) yang senantiasa di terapkan
oleh Amma Toa berdasarkan Pasang(Pesan).
8.
Galla’ Maleleng bertanggung jawab terhadap Pemeliharaan dan
pengadaan Ikan pada acara Ritual Pa’nganro sebagai kebutuhan utama dalam Ritual
tersebut.
9.
Kali (Sara’) mengurus dalam bidang keagamaan dalam hal ini
Pembaca Do’a, pada acara Adat dalam kegiatan keluarga seperti Pesta, ,Acara
kematian mulai dari disembahyangi sampai seratus harinya(A’dangan)
10. Mongcong
Buloa sebagai pengurus dan penanggung jawab terhadap semua
Ada’ Pattola Ri Karaengia termasuk segala tanggung jawab perlengkapan
masing-masing pada acara Ritual Pa’nganro
11. Sulehatan
sebagai pelindung dan pengayom terhadap segala Lebba dan Rurungan yang telah
ditetapkan oleh Amma Toa.
12. Karaeng
Kajang (Labbiria) bertanggung jawab dalam hal pemerintahan dan
pembangunan sosial dan kemasyarakatan seirin dengan ketentuan Pasang dan tidak
mebertentangan dengan keputusan Amma Toa
13. Galla’
Bantalang sebagai penjaga kelestarian hutan dan Sungai pada areal pengambilan
Sangka’ (Udang) sekaligus bertanggung jawab terhadap pengadaan udan tersebut
pada acara Pa’nganro.
14. Galla’
Sapa betugas sebagai penanggung jawab terhadap tempat tumbuhnya sayuran
(paku) dan sekaligus bertugas pengadaan sayuran tersebut pada acara panganro.
15. Galla’
Ganta’ bertugas sebagai pemelihara tempat tumbuhnya Bambu Buluh sebagai
bahan untuk memasak pada acara panganro sekaligus pengadaannya.
16. Anjuru
bertanggung jawab terhadap pengadaan lauk pauk yang akan digunakan pada acara
panganro. Seperti Ikan Sahi, Tambelu’.
17. Lompo
Ada’ berfungsi sebagai penasehat para pemangku Ada’ Lima dan Pattola
Ada’ ri Tana Kekea.
18. Galla’
Sangkala pengurus jahe yang di gunakan dalam acara panganro.
19. Tutoa
Ganta’ bertugas sebagai pemelihara tempat tumbuhnya Bambu Buluh sebagai
bahan untuk memasak pada acara panganro sekaligus pengadaannya.
20. Kamula
Adat sebagai pembuka bicara dalam diskusi adat.
21. Panre
bertanggung jawab dalam penyediaan perlengkapan dan peralatan acara ritual
22. Tutoa
Sangkala mengurus lombok kecil dan bulo yang di pakai dalam acara
panganro.
23. Angrong
Guru sebagai pembuka bicara dalam diskusi Ada’.
24. Pattongko
sebagai penjaga batas wilayah
25. Loha
Karaeng sebagai penghargaan karena berhasil menjabat Karaeng dengan
baik dan Aman yang sangat berlangsung lama. pemerintahannya
26. Kadaha
sebagai pembantu galla pantama
27. Galla’
Jojjolo sebagai penunjuk dan Tapal Batas kekuasaan Rambang Amma Toa dan
sekaligus bertindak sebagai Kedutaan Amma Toa terhadap wilayah yang berbatasan
dimana dia ditempatkan, misalnya Karaeng Kajang dengan Karaeng Bulukumpa.
28. Lompo
Karaeng sebagai penasehat Karaeng Tallu dan Pattola Karaeng ri Tana
Lohea.
Sumber : Dokumen masyarakat dalam
SEJARAH SINGKAT KEBERADAAN ADA’ LIMA,
KARAENG TALLU
Ada’ Lima adalah satu kesatuan Adat yang masing-masing
mempunyai Tugas dan fungsi keseharian baik dalam kegiatan menyangkut kehidupan
masyarakat Adat(Duniawi) maupun tatanan pengamalan Pasang dalam hal
Tuntunan menuju hari akhirat nanti, Ada’ Lima bertangngung jawab sebagai
pelaksana dan pengayom segala keputusan Amma Toa(Lebba,Rurungan).
Berdasarkan Pasang bahwa diantara kelima adat tersebut ada empat tertua
bersamaan dengan diciptakannya bumi beserta isinya. Berdasarkan Pasang bahwa
begitu Turie’A’ra’na (Annyappe) menciptakan Kehidupan di ruang hampa
maka terjadilah transaksi Bathin tentang keberadaan yang tidak memiliki batas
pandang kesegala arah maka dengan sebuah ucapan akhirnya Turie’ A’ra’na
menciptakan setitip Bumi sebesar tempurung kelapa(Tombolo) kehidupan
bermohom dengan sebuah kata maka terciptalah langit namun pada saat itu antara
langit dan bumi masih sangat berdekatan dan hanya bisa duduk karena apabilah
berdiri maka kepala tertahan oleh langit, maka disinilah Turie’ A’ra’na dengan
kekuasaanya menciptakan(Annyappe) ke empat Adat secara berturut-turut
yakni Galla Pantama untuk melebarkan Tanah (Bumi), Galla Kajang
mengangkat Langit agar terpisah jauh dari Bumi tetapi tidak bisa bertahan, maka
muncullah Galla Puto’ yang menjadi penahan langit dan menggantung Bumi tetapi
pada saat itu keberadaan Bumi lebih besar dari langit maka muncullah Galla Lombok
dengan sebuah gerakan dan ucapan sehingga bumi berkerut sehingga terbentuk
adanya gunung dan jurang sampai bumi sama besar dengan langit, maka jadilah
Bumi dengan sempurnah.Dengan terbentuknya Bumi dengan sempurna yang pada saat
itu menurut pasang baru di Tanah Towa dan yang lainnya masih terbentang Lautan
luas. Dengan keadaan sempurnanya keberadaan Alam semesta sedikit ada
pertentangan di antara keempat Manusia tersebut karena masing-masing mengklaim
Kekuasaan yang pada saat itu baru dua tempat di antaranya Tombolo(Pa’rasangen
Ilau, dan Pa’rasangen Iraja)Karanjang karena kebersamaan yang dimiliki
untuk membuktikan kekuasaan tersebut mereka berjalan menuju
Karanjang(Pa’rasangen Iraja dan mengelilingi kedua wilayah tersebut sampai di
perjalanan mengadakan kesepakatan untuk saling bersembunyi tetapi yang keempat
Adat masih tetap terlihat Tetapi tiba-tiba ada yang muncul sebuah keajaiban
menawarkan untuk bersembunyi ternyata yang keempatnya itu tidak dapat
melihatnya maka tempat tersebut disebut (Sobbu) Sembunyi dengan demikian
akhirnya sadar bahwa ternyata ada yang menciptakan kehidupan kita dan kehendak
kita (Rie’ Angnga’rakkanngi) maka Sang pencipta, Yang Maha berkehendak,
Perkasa, Suci, Agung disebut (Turi’ A’ra’na).
Turie’ A’ra’na mewasiatkan bahwa inilah titipan yang
meneruskan segala Pesan-pesan yang menuntung kehidupan menuju hari Akhirat(yang
dimaksud adalah yang pertama). Maka keempatnya sepakat memberi nama atau
memanggilnya Amma Toa yang selalu diteruskan keberadaannya sampai hari ini
kepada amma tersebut mendapat Wasiat dari Turie’ A’ra’na sebagai berikut;
Pasang:
kembali).
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB AMMA TOA DALAM
MELANGSUNGKAN DO’A (A’NGANRO MANGE RI TURIE’ A’RA’NA)
A’nganro dalam kehidupan Amma Toa menjadi kegiatan utama
Demi keselamatan Dunia beserta isinya baik di Dunia maupun diakhirat nanti
dalam artian Amma Toa Harus mampu mengelilingai Bumi 77 kali dalam sehari
semalam sesuai dengan keyakinan(Katappakkan simmata).
Pasang; Kupa’nganroan inni Linoa Lollong Munena mange
ri Tumapparetta mingka Gaukangi Passuroanna na Nuliliang Nutamma’rinna Nasaba
Igitteji Talangngittei mingka igitte apa-apa nigaukan Naitteki (Saya
bermohom pengampunan kepada Allah Yang maha Berkehendak secara keseluruhan demi
keselamatan Dunia beserta isinya tapi kita harus melaksanakan segala
Perintahnya dan menjauhi apa yang dilarangnya Karena Turie’ A’ra’na Maha
Mengetahui, Melihat segalah tingkah yang dilakukan oleh setiap Manusia walaupun
kita tidak melihat tapi Dia melihat Kita)
Pasang; Punna maimmako kupauang sesena kahajikanga na
anre nugaaukangi tala rinakke salaya rikau tangkamuaya(Kalau
saya sudah sampaikan apa yang harus dilakukan dan kamu tidak melaksanakannya
maka kamu sendiri yang mengalami penyesalan baik di Dunia Maupun diAkhirat
Nanti).
WILAYAH DAN BATAS-BATAS (RAMBANG) AMMA
TOA
I.
Sirangka’na Alam Siahona Butta (Dunia Beserta Isinya)
II.
Sape, Solo’, Kaili, Salapadang ( Sabah,
Pilipina,
III.
Tanuntung, Tammatto, Buatana, Sangkala Lombo’( Herlang, Ujung Lohe, Tellu
Limpoe, Selayar)
IV.
Limba, Doro, Tuli, Sangkala. Desa
A. Sistem Pemerintahan
Dalam konteks sistem politik,
komunitas adat Kajang di Tana Toa dipimpin oleh seorangdisebut Ammatoa dan
mereka sangat patuh padanya. Kalau Tana Toa berarti tanah yang tertua,maka
Ammatoa berarti bapak atau pemimpin tertua. Ammatoa memegang tampuk
kepemimpinandi Tana Toa sepanjang hidupnya terhitung sejak dia dinobatkan.
Sebabnya proses pemilihanAmmatoa tidak gampang. Adalah sesuatu yang tabu di
Tana Toa bila seseorang bercita-cita jadiAmmatoa . Pasalnya, Ammatoa bukan
dipilih oleh rakyat, tetapi seseorang yang diyakini mendapatberkah dari Tu
Rie’A’ ra’na.Selain sebagai pemimpin adat, Ammatoa bertugas sebagai penegak
hukum sebagaimanadipesankan dalam pasang ri Kajang . Komunitas adat Kajang
menerapkan ketentuan-ketentuan adatdalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam
pemanfaatan hutan. Ketentuan adat yang diberlakukandi wilayah adat Ammatoa
Kajang diberlakukan kepada seluruh komponen komunitas, tanpa kecuali.Ketentuan
ini berlandaskan pesan leluhur yang disampaikan secara turun-temurun. Ketentuan
adatini dipandang sebagai sesuatu yang baku (lebba) yang diterapkan kepada
setiap orang yang telahmelakukan pelanggaran. Dalam hal ini diberlakukan sikap
tegas (gattang), dalam arti konsekuendengan aturan dan pelaksanaannya tanpa ada
dispensasi, sebagaimana disebutkan dalam pasangyang berbunyi:
Anre nakulle nipinra-pinra punna
anu lebba Artinya : Jika sudah menjadi ketentuan, tidak bisa diubah lagi.
Menurut mitologi orang Kajang,
ketika manusia belum banyak menghuni bumi, sebutanAmmatoa belum dikenal. Yang
ada ialah Sanro atau Sanro Lohe (dukun yang sakti). Sanro Lohe bukanhanya
sekadar sebagai dukun yang dapat mengobati penyakit, melainkan juga tokoh
pimpinan dalamupacara ritual keagamaan sekaligus sebagai pemimpin kelompok.
Selepas manusia kian ramai dankebutuhan semakin berkembang sesuai dengan
tuntutan zaman, istilah Amma mulai dikenal.Struktur organisasi pun dibentuk
dengan pembagian tugas dan fungsi masing-masing.Pembagian kekuasaan ini
termaktub dalam pasang ri Kajang : Amma mana’ ada’ (Ammamelahirkan adat) dan
Amma mana’ karaeng (Amma melahirkan pemerintahan). Ammatoadidampingi dua orang
Anrong (ibu) masing-masing Anrongta ri Pangi dan Anrongta ri Bongkina danpara
pemangku adat. Anrongta ri Pangi bertugas melantik Ammatoa . Selain itu, dalam
sistem politiktradisional yang berlaku di Kajang, Ammatoa juga dibantu oleh
yang disebut sebagai Ada’ LimaKaraeng Tallu . Ada’ Lima (ri Loheya dan ri
Kaseseya) adalah pembantu Ammatoa yang khususbertugas mengurusi adat ( ada’
pallabakki cidong ). Di antaranya, mereka bergelar Galla Puto yangbertugas
sebagai juru bicara Ammatoa , dan Galla Lombo’ yang bertugas untuk urusan
pemerintahanluar dan dalam kawasan (selalu dijabat oleh Kepala Desa Tana Toa).
Selain itu ada Galla Kajang yangmengurusi masalah ritual keagamaan, Galla
Pantama untuk urusan pertanian, dan Galla
Melelenguntuk
urusan perikanan. Setiap pemangku adat memunyai tugas dan kewenangan
berbeda-beda.Sementara Karaeng Tallu bertugas membantu dalam bidang
penyelenggaraan pemerintahan ( ada’tanayya ). Karaeng Tallu merupakan tri
tunggal dalam pemerintahan, dan dikenal dengan tallukaraeng mingka se’reji.
Yang berarti bahwa apabila salah satu di antaranya telah hadir dalamupacara
adat, maka Karaeng Tallu sudah dianggap hadir. Dalam perkembangannya,
kendatiAmmatoa adalah orang tertinggi dalam struktur pemerintahan Tana Toa, keberadaan
pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui. Bahkan karena dianggap lebih
berpendidikan, pemerintah di luarTana Toa juga sangat dihormati. Pemerintah
dalam hal ini adalah camat, bupati, dan seterusnya.Bukti penghormatan ini
terlihat dalam upacara adat atau sebuah pertemuan di mana pejabatpemerintah
mendapat kappara dengan jumlah piring lebih banyak dari Ammatoa . Kappara
adalahbaki yang berisi sejumlah piring dengan beragam makanan. Dengan kappara
ini pula kedudukanseseorang akan terlihat karena semakin besar sebuah kappara
atau makin banyak piringnya, makamakin tinggi kedudukannya. Bila seorang
Ammatoa meninggal ( a’linrung ), majelis adat menunjukpejabat sementara yang
memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dengan Ammatoa . Jabatansementara dijabat
selama tiga tahun. Selepas masa tersebut, tepat pada malam bulan purnama(
bangngi kentarang ) dilaksanakan appa’runtu pa’nganro , yaitu upacara ritual
anyuru’ borong ,memohon petunjuk Tu Rie’ A’ra’na untuk memilih Ammatoa yang
baru. Para calon Ammatoa inibiasanya harus tahu betul adat istiadat di Tana
Toa. Selain itu mereka harus bisa menjelaskan asal-usul manusia secara rinci di
Tana Toa sejak yang pertama. Ini tentu saja bukan hal mudah dilakukandan
diyakini masyarakat memang hanya orang tertentu yang bisa melakukannya.
Pasalnya, di TanaToa, tabu membicarakan asal-usul manusia bahkan tentang
keturunan seseorang. Dikisahkan PakSekdes Tana Toa, setiap kali penobatan
Ammatoa dilakukan, seekor ayam jantan dilepas. Kalausudah tiba saatnya, atau
sudah tiga tahun, para calon dikumpulkan dan ayam yang sudah dilepassaat
penobatan terdahulu, didatangkan lagi. Di mana ayam itu bertengger maka, dialah
yang jadiAmmatoa . Biasanya setelah ayam bertengger wajah orang tersebut
langsung berubah-ubah dansangat bercahaya. Setelah itu ayamnya langsung
mati.Desa Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Dati II Bulukumba, terletak di
bagian utaraKecamatan Kajang, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Dati II
Sinjai. Luas wilayah Desa TanaTowa 1.820 ha, terdiri atas sembilan dusun, yaitu
1) Dusun Balagana(2) Dusun Jannayya(3) Dusun Bantalang(4)
Dusun Pangi(5) Dusun Sobbu(6) Dusun Balambina(7) Dusun Benteng(8) Dusun
Luraya(9) Dusun TomboloDesa ini berbatasan dengan empat desa yang merupakan
pemekaran dari desa tanah Toasendiri pada tahun 1995 yaitu: Sebelah Utara
dengan Desa Batunilamunge, sebelah selatan denganBonto Baji, sebelah barat
dengan Pattiroang dan sebelah timur dengan
Malleleng.Dari kesembilan dusun
yang ada di desa tanah Toa tersebut, Tujuh diantaranya beradadidalam kawasan
adat, dua yang lainnya berada diluar yaitu dusun Benteng dan Jannayya.
Luaswilayah yang masuk dalam kawasan ini 998 ha, atau lebih dari separuh (55%)
wilayah Desa Tana Toa.Kawasan
Adat Kajangdibatasi, secara
alamiah, dengan empat sungai, yaitu:(1) Sungai Tuli di bagian utara(2) Sungai
Limba di bagian timur(3) Sungai Sangkala di bagian selatan(4) Sungai Doro di
bagian baratBatasan alamiah tersebut oleh mereka disebutemba
(pagar)
ataurabbang(kandang).Kawasan yang ada dalam lingkup batas alamiah itu kemudian
disebut Ilalang Embaya(dalam pagar)dan daerah di luarnya disebutIpantarang
Embaya ( di luar pagar). Dari istilah rabbang kemudian dikonsepsikan kawasan
dalam adat sebagai
rabang Seppang(kandang sempit),
sementara kawasandi luar dikonsepsikan sebagai rabbang luara(kandang
luas).Rabbang Seppangna Amma ini jugamenjadi batas sejauh mana seorang Amma Toa
boleh bepergian.Tiap-tiap tempat yang menjadi daerah Tanah Toa dalam keyakinan
masyarakat adat bukanhanya soal geografis, tapi juga berkaitan dengan persoalan
keyakinan spiritual dan keterkaitanmereka secara batin. Nama-nama seperti Doro,
sangkala, Tuli dalam kawasan adat dan Dalonjo,Damangga, dakodo, Dangampa dan
Tumutung ri Sobbu(diluar kawasan adat) adalah nama-namayang diyakini menjadi
penjaga negeri yang memiliki hubungan batin dengan komunitas adat.
Itulahsebabnya mengapa tanah atau daerah komunitas adat mereka menjadi begitu
penting. (Ini lebih jelas dalam pembahasan sengketa dengan
Lonsum).Demikian halnya dengan Istilah Ilalang embayya dan ipantarang embayya
tidak sekedarsebagai batas wilayah
tetapi lebih dari itu istilah ini juga menunjukkan batas-batas identitas
antarakomunitas dalam kawasan adat dengan di luar kawasan adat. Perbedaan
identitas itu misalnyaditunjukkan dengan symbol Ilalang Embayya butta to
Kamase-masea(Dalam lokasi adat sebagaitempat orang-orang yang bersahaja).
Sedangkan ipantarang embayya sebagai butta kuasaiyya
.(Diluar kawasan adat sebagai
tempat orang-orang yang punya kuasa).
B. Sistem Ekonomi
Masyarakat Ammatoa Kajang menganut
sistem perekonomian tradisional dimana parawarganya hanya memusatkan kegitan
ekonominya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhanpribadinya. Namanya saja
system ekonomi tradisional, maka alat yang digunakan untuk kegiatanekonomipun
terkesan sederhana dan masih begitu jauh dari modern, seperti halnya alat
penenunsarung hitam yang masih menggunakan teknologi manual ataupun cara mereka
bertani danmenggarap sawah yang masih menggunakan kerbau sebagai tenaga
penggarap.
Meskipun begitu,masyarakat Kajang
tidak pernah merasa susah karena kegigihan mereka dalam melakukanserangkaian
kegiatan ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari hari.
Perekonomian diKajang diklasifikasikan kedalam kelompok perekonomian agraris
dengan hasil utama padi yangdisimpan di atas loteng rumah mereka sehabis panen.
Selain itu, mereka juga mengndalkan hasilperkebunan mereka seperti kakao,
buah buahan dan lain-lain. kemudian dari pemanfaatan hutandan peternakan
seperti sapi dan kebo juga bisa menjadi sumber pendapatan walaupun biasa adayang
tidak diperjualbelikan. Selain itu diluar dari kegiatan agraris, sebagian besar
masyarakat jugamendapat keuntungan yang lumayan besar dari hasil tenun kain
sarung yang diperjualbelikan.Jika sudah menuai hasil dari perekoomian, maka
hasilnya sebagian besar disimpan untukkepentingan pribadi seperti pernikahan,
naik haji, kebutuhan sehari hari, dll. Selain itu, juga untukkepentingan
umum seperti acara ritual yang dianggap akan mendatangkan kekuatan magis,
sertaadat istiadat.
Masyarakat Amma Towa juga melakukan
investasi untuk menuai hasil lebih dari kegiatanperekonomian yang mereka
jalani, seperti membeli sawah dan kebun untuk simpanan modal yangdimaksudkan
bisa menjadi sarana alternatif jikalau nanti mengalami krisis keuangan.Di dalam
fikiran kita jika mendengar kata atau etnis Amma Towa, tentunya yang
terlintassecara tiba tiba adalah sekelompok masyarakat yang begitu
primitive, dan jauh bahkan tidakpernah mengenal yang namanya dunia luar. Namun,
jangan salah ! mereka juga kadang keluarkompleks. Ini disebabkan karena tidak
terdapat satupun pasar di kawasan ini, yang memaksa merekakeluar ke Pasar
Kajang untuk berbelanja agar bisa memenuhi berbagai kebutuhan sehari
hari.Adapaun mata pencaharian penduduk Desa Tana Towa bertumpu pada pertanian
di sawahdan ladang, dan usaha perkebunan. Pemanfaatan lahan meliputi:(1) ladang
800 ha(2) kebun campuran 455 ha(3) sawah 280 ha(4) perkarangan 150 ha(5) hutan
110 ha(6) jalan desa 20 haJagung dan padi adalah tanaman pangan utama yang
menjadi sumber penghidupanKomunitas
Adat Kajang
. Sebagai tambahan mereka juga
membudidayakan bahan makanan danpendapatan lain, seperti ubi kayu, ubi jalar,
dan kacang-kacangan untuk tanaman jangka pendek;sedangkan tananam jangka
panjang terdapat kelapa, kemiri, kopi, kapok, durian, langsat. KomunitasTanahToa
kajang juga mulai membumi dayakan tanaman yang akhir-akhir ini banyak
dikembangkandi luar kawasan adat seperti cengkeh, jambu mente, coklat dan lada.
Masyarakat tanah Toa disamping
bertani, mereka juga beternak. Sapi, kerbau dan kudaadalah yang paling banyak
diternakkan oleh komunitas ini. Ternak semacam ini memang sangatpenting bagi
komunitas tanah Toa, karena disamping bisa di jual juga paling banyak digunakan
dalammenggarap pertanian mereka.
Misalnya kerbau, sapi maupun kuda,
biasa digunakan untukmembajak sawah ataupun lading. Selain itu ternak ini juga
menjadi hewan sembelihan pada saat-saat ada acara adat, seperti
akkattere,akkalomba maupun pesta perkawinan. Selain itu untukmenambah
penghasilan, mereka juga membuat tope yaitu sarung hitam yang mereka tenung
sendiridan digarusu yaitu di lamuri dengan pewarna dari tumbuh-tumbuhan
tertentu.Karena bagi masyarakat adat ini sumber kehidupannya adalah tanah, maka
tanah bagimereka sangat berarti. Kehilangan tanah sama artinya mereka
kehilangan sumber kehidupannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar